
Marturia.digital – Jakarta, “Nih, di artikel santai ini, gue pengen ngobrolin soal pemikiran keren dari seorang futuris, namanya Alvin Toffler. Doi udah nulis buku-buku ‘berat’ kayak Future Shock, The Third Wave, dan Powershift.
Nah, yang pengen gue kulik di sini adalah: gimana sih ide-ide doi nyambung sama perkembangan teologi digital di zaman sekarang? Lo pasti sering denger kan, kemajuan teknologi dan informasi tuh udah kayak rollercoaster. Kira-kira, gimana ya agama, khususnya teologi, ngerespons dan ikutan ‘main’ di dunia digital ini? Terus, Toffler juga pernah bilang gini, ‘Siapa yang kuasai informasi, dia yang pegang kendali dunia’. Nah, ini juga menarik nih buat dibahas: dampaknya buat praktik dan pemahaman agama di era serba digital ini kayak gimana?”
“Kenalan dulu nih sama Alvin Toffler (1928-2016), seorang pemikir yang udah bisa ‘ngintip’ masa depan. Doi tuh kayak peramal jitu soal gimana teknologi bakal ngubah hidup kita. Nah, ide-ide doi ini penting banget buat ngertiin yang namanya teologi digital. Simpelnya, teologi digital itu kayak belajar agama tapi di era digital ini. Jadi, kita mau lihat nih, apa aja sih ‘bocoran’ dari Toffler yang masih relevan buat perkembangan dan tantangan teologi di abad ke-21 ini.
Intinya, Toffler mikir sejarah manusia itu kayak lagi ‘surfing’ di atas ombak perubahan. Ada tiga gelombang gede nih:
- Gelombang Pertama: Dulu banget, manusia itu nomaden, pindah-pindah. Terus, mereka nemuin cara bercocok tanam, nah ini dia ‘Gelombang Agraris’. Jadi, pada menetap deh.
- Gelombang Kedua: Abis itu, muncul pabrik-pabrik, orang-orang pindah ke kota, produksi massal. Ini namanya ‘Gelombang Industri’. Semuanya jadi serba teratur dan ‘gede’.
- Gelombang Ketiga (Nah, ini yang lagi kita alamin): Sekarang, zamannya informasi! Semua serba digital, komunikasi gampang banget, dan dunia kayak udah nggak ada batasnya. Ini yang dibilang Toffler sebagai ‘Gelombang Informasi’ atau ‘Era Digital’.
Di bukunya yang nampol banget, Future Shock (1970), Toffler bilang perubahan teknologi dan sosial yang super cepet ini bisa bikin orang ‘kaget’ dan stres. Nah, ini juga nyambung ke teologi digital. Bayangin aja, dari ibadah di gereja beneran, eh sekarang banyak juga yang ibadah online. Ini kan kayak ‘kejutan’ buat sebagian orang, dan butuh adaptasi yang nggak gampang.
Terus, di buku The Third Wave (1980), Toffler jelasin ciri-ciri masyarakat informasi. Katanya, sekarang tuh udah nggak terlalu terpusat, orang-orang jadi lebih beragam, dan yang paling penting: pengetahuan dan informasi itu pegang peranan sentral. Nah, di teologi digital juga gitu. Otoritas agama tuh nggak cuma di tangan tokoh-tokoh tertentu aja, tapi semua orang bisa punya pendapat dan belajar lewat internet. Muncul deh berbagai macam interpretasi agama dan cara ibadah online.
Di buku Powershift (1990), Toffler makin ngebahas soal pergeseran kekuasaan gara-gara informasi. Doi bilang, ‘Siapa yang punya info, dia yang kuasai dunia!’ Ini bener banget di era digital. Buat urusan agama juga sama. Sekarang, semua orang bisa akses kitab suci, baca berbagai macam tafsir, dan ikut diskusi teologis di internet. Ini bikin orang jadi lebih ‘berdaya’ dan nggak cuma ‘nurut’ aja sama satu sumber. Tapi, ini juga bisa jadi tantangan buat otoritas agama tradisional.

Gimana Pemikiran Toffler Ini Nyambung ke Teologi Digital?
Intinya, Toffler kasih kita beberapa poin penting buat ngertiin teologi digital:
- Perubahan Itu Cepet Banget, Jadi Agama Juga Harus Ikutan Gercep: Di era digital ini, teknologi tuh berubahnya kayak kilat. Teologi digital juga harus bisa ngikutin, manfaatin teknologi buat nyebarin ajaran agama, bikin komunitas online, dan mikirin soal agama dari sudut pandang digital. Jangan sampe kaget sendiri sama perubahan!
- Semua Orang Punya Suara, Termasuk Soal Agama: Dulu, informasi tuh kayak ‘barang mewah’ yang cuma bisa diakses orang-orang tertentu. Sekarang, internet udah bikin semua orang bisa ngomong dan punya pendapat. Di teologi digital juga gitu. Muncul deh berbagai macam interpretasi agama, diskusi online, dan komunitas virtual. Jadi, jangan heran kalo pandangan soal agama jadi lebih warna-warni.
- Informasi Itu Kekuatan, Buat Agama Juga Iya: Di era digital, nyari info soal agama tuh gampang banget. Kita bisa bandingin berbagai macam perspektif dan akhirnya ngebentuk keyakinan sendiri. Toffler bilang informasi itu kekuasaan. Nah, di teologi digital, informasi ini bisa jadi alat yang ampuh buat ngebentuk pemahaman dan praktik agama.
- Peluang dan Tantangan Buat Komunikasi Agama: Teknologi digital tuh kayak pedang bermata dua. Di satu sisi, kita bisa nyiarin ibadah live, bikin forum diskusi agama online, dan share pesan-pesan inspiratif di media sosial. Tapi, di sisi lain, banyak juga info hoax, polarisasi online, dan interaksi yang kurang ‘nendang’ karena nggak ketemu langsung. Jadi, pemimpin agama harus pinter-pinter nih manfaatin peluang dan ngadepin tantangan ini.”
Penulis :
- Dharma Leksana, S.Th., M.Si. – Ketua Umum Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI)
Referensi:
- Toffler, Alvin. (1970). Future Shock. Random House.
- Toffler, Alvin. (1980). The Third Wave. William Morrow and Company.
- Toffler, Alvin. (1990). Powershift: Knowledge, Wealth and Violence at the Edge of the 21st Century. Bantam Books.