
Dharma Leksana, S.Th., M.Si.
Oleh : Dharma Leksana, S.Th., M.Si. – Ketua Umum Perkumpulan Wartawan Gereja Indonesia (PWGI)
Jakarta, Di tengah hiruk pikuk dunia politik yang seringkali diwarnai intrik dan perebutan kekuasaan, muncul pertanyaan mendasar: bolehkah gereja berpolitik? Pertanyaan ini bukan sekadar perdebatan teologis, tetapi juga menyentuh peran gereja dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagian berpendapat gereja harus aktif berpolitik sebagai penjaga moral dan suara kenabian, sementara yang lain mengingatkan gereja untuk tetap fokus pada ranah spiritual dan tidak terjebak dalam politik praktis. Artikel ini akan mengupas tuntas isu ini dengan menguraikan konsep politik ideal, politik kekuasaan, politik moral, definisi gereja, dan akhirnya menjawab pertanyaan sentral: bolehkah gereja berpolitik?
Memahami Politik: Ideal, Kekuasaan, dan Moral
Sebelum membahas lebih jauh peran gereja dalam politik, penting untuk memahami berbagai dimensi politik itu sendiri.
- Politik Ideal: Dalam tataran ideal, politik adalah seni dan ilmu untuk mencapai kebaikan bersama (bonum commune). Politik seharusnya menjadi wahana untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa, seperti keadilan sosial, kesejahteraan rakyat, dan kemajuan peradaban. Politik ideal mengedepankan nilai-nilai etika, moralitas, dan pelayanan publik.
- Politik Kekuasaan: Sayangnya, realitas politik seringkali jauh dari ideal. Politik kekuasaan (machtspolitik) adalah wajah politik yang lebih sering kita jumpai. Di sini, politik direduksi menjadi sekadar perebutan dan mempertahankan kekuasaan. Tujuan utama bukan lagi kebaikan bersama, melainkan kepentingan pribadi atau kelompok. Politik kekuasaan rentan terhadap praktik-praktik yang tidak etis, seperti korupsi, manipulasi, dan kekerasan.
- Politik Moral: Di tengah ketidaksempurnaan politik kekuasaan, muncul harapan pada politik moral. Politik moral adalah pendekatan politik yang menekankan pada nilai-nilai moral dan etika sebagai landasan utama. Politik moral berupaya mengintegrasikan prinsip-prinsip kebenaran, keadilan, kejujuran, dan kasih dalam setiap tindakan politik. Politik moral menjadi antitesis dari politik kekuasaan yang pragmatis dan transaksional.
Gereja: Lebih dari Sekadar Bangunan Fisik
Untuk memahami peran gereja dalam politik, kita perlu mendefinisikan apa itu gereja. Gereja bukan sekadar bangunan fisik atau organisasi keagamaan. Secara teologis, gereja adalah persekutuan orang percaya yang dipanggil keluar dari dunia untuk menjadi saksi Kristus di tengah dunia. Gereja memiliki dua dimensi utama:
- Ecclesia yang Kelihatan (Gereja Institusional): Ini adalah gereja dalam bentuk organisasi dengan struktur, hierarki, dan aturan-aturan tertentu. Gereja institusional memiliki peran dalam mengatur kehidupan internal gereja dan berinteraksi dengan dunia luar.
- Ecclesia yang Tidak Kelihatan (Gereja Persekutuan): Ini adalah gereja sebagai persekutuan orang percaya yang diikat oleh iman kepada Kristus. Gereja persekutuan bersifat spiritual dan melampaui batas-batas organisasi dan denominasi.
Bolehkah Gereja Berpolitik? Perspektif Teologis dan Praktis
Pertanyaan tentang bolehkah gereja berpolitik adalah pertanyaan yang kompleks dan memiliki beragam jawaban.
- Argumen yang Mendukung Keterlibatan Gereja dalam Politik:
- Amanat Agung dan Suara Kenabian: Sebagian teolog dan tokoh gereja berpendapat bahwa gereja memiliki mandat untuk terlibat dalam politik sebagai bagian dari amanat agung untuk menjadi “garam dan terang dunia” (Matius 5:13-16). Gereja dipanggil untuk menyuarakan kebenaran dan keadilan, termasuk dalam ranah politik. Gereja profetik berperan sebagai pengkritik terhadap kekuasaan yang korup dan penindas.
- Politik sebagai Arena Pelayanan: Politik adalah salah satu arena kehidupan manusia yang membutuhkan sentuhan nilai-nilai Kristiani. Keterlibatan gereja dalam politik dapat dilihat sebagai bentuk pelayanan untuk mewujudkan kebaikan bersama dan kesejahteraan masyarakat.
- Menjaga Moralitas Publik: Gereja memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga moralitas publik. Politik yang tidak bermoral dapat merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, gereja perlu terlibat dalam politik untuk memastikan nilai-nilai moral tetap menjadi kompas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
- Argumen yang Menentang Keterlibatan Gereja dalam Politik Praktis:
- Fokus pada Ranah Spiritual: Sebagian pihak berpendapat bahwa gereja seharusnya fokus pada ranah spiritual dan tidak terjebak dalam politik praktis yang kotor dan penuh intrik. Gereja dipanggil untuk memberitakan Injil dan mempersiapkan umat untuk Kerajaan Allah, bukan untuk merebut kekuasaan duniawi.
- Netralitas dan Pemersatu Bangsa: Keterlibatan gereja dalam politik praktis dikhawatirkan dapat memecah belah umat dan merusak peran gereja sebagai pemersatu bangsa. Gereja seharusnya menjadi rumah bagi semua orang, tanpa memandang perbedaan politik.
- Potensi Kompromi Nilai: Keterlibatan dalam politik kekuasaan dapat menggoda gereja untuk berkompromi dengan nilai-nilai Injil demi mencapai tujuan politik tertentu. Gereja perlu menjaga jarak kritis terhadap kekuasaan agar tetap setia pada panggilan profetiknya.
Kesimpulan: Gereja dan Politik dalam Perspektif yang Seimbang
Diskusi tentang bolehkah gereja berpolitik tidak memiliki jawaban tunggal yang sederhana. Jawabannya sangat bergantung pada pemahaman kita tentang politik, gereja, dan konteks sosial-politik di mana gereja berada.
Jika politik dipahami dalam arti ideal sebagai upaya mencapai kebaikan bersama dan politik moral sebagai landasannya, maka gereja tidak hanya boleh, tetapi bahkan seharusnya terlibat dalam politik. Keterlibatan ini bukan berarti gereja harus menjadi partai politik atau merebut kekuasaan, melainkan gereja berperan sebagai “gereja profetik” yang menyuarakan kebenaran, keadilan, dan kasih di tengah dunia. Gereja menjadi penjaga moral dan pengingat bagi para penguasa agar selalu berorientasi pada kepentingan rakyat dan nilai-nilai kemanusiaan.
Namun, gereja juga perlu menyadari bahaya politik kekuasaan dan menjaga jarak kritis terhadapnya. Keterlibatan gereja dalam politik haruslah didasari oleh motivasi pelayanan dan bukan ambisi kekuasaan. Gereja harus tetap setia pada panggilan utamanya untuk memberitakan Injil dan menjadi saksi Kristus, sambil juga berperan aktif dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera. (Mas Dharma EL/Red.***)
Referensi:
- Relevansi Konsep Politik Kristen dalam Konteks Indonesia: Studi Kasus Peran Gereja dalam Pemilu
- Gereja dan Politik – Lembaga Interkultur dan Antar Agama (Leimena)
- PERAN GEREJA DALAM POLITIK DI INDONESIA
- POLITIK MENURUT ALKITAB DAN IMPLIKASINYA BAGI PERAN GEREJA DALAM PUSARAN POLITIK DI INDONESIA
- Sikap Kristen dalam Arena Politik