
Marturia.digital – Jakarta, Di era digital yang serba cepat ini, kemampuan untuk mengakses dan menggunakan teknologi informasi menjadi semakin penting. Namun, kemampuan yang sama pentingnya, bahkan lebih krusial, adalah literasi digital. Literasi digital bukan sekadar kemampuan menggunakan internet atau media sosial, melainkan kemampuan untuk memahami, mengevaluasi, dan menggunakan informasi digital secara kritis dan efektif. Sayangnya, rendahnya tingkat literasi digital di masyarakat menjadi lahan subur bagi penyebaran hoaks dan disinformasi, yang pada akhirnya merugikan individu dan tatanan sosial.
Literasi Digital: Lebih dari Sekadar “Melek” Teknologi
Seringkali, literasi digital disamakan dengan kemampuan menggunakan perangkat teknologi atau aplikasi online. Padahal, definisi yang lebih tepat mencakup serangkaian keterampilan yang jauh lebih luas. Literasi digital melibatkan kemampuan untuk:
- Mengakses informasi digital: Ini adalah kemampuan dasar untuk mencari dan menemukan informasi di internet.
- Memahami informasi digital: Lebih dari sekadar membaca, ini melibatkan kemampuan untuk memahami konteks, tujuan, dan implikasi informasi yang ditemukan.
- Mengevaluasi informasi digital: Inilah inti dari literasi digital. Kemampuan untuk menilai kredibilitas sumber, membedakan fakta dari opini, mengidentifikasi bias, dan mengenali potensi disinformasi atau hoaks.
- Menggunakan informasi digital secara efektif: Kemampuan untuk menerapkan informasi yang diperoleh untuk tujuan tertentu, baik untuk belajar, bekerja, atau berpartisipasi dalam masyarakat.
- Menciptakan konten digital: Kemampuan untuk menghasilkan konten digital yang bertanggung jawab dan etis, serta memahami implikasi dari konten yang dibagikan.
Rendahnya Literasi Digital: Pintu Gerbang Hoaks
Ketika literasi digital masyarakat rendah, kemampuan untuk mengevaluasi informasi secara kritis menjadi tumpul. Masyarakat menjadi lebih mudah percaya pada informasi yang sensasional, emosional, atau sesuai dengan bias kognitif mereka, tanpa melakukan verifikasi lebih lanjut. Kondisi ini menciptakan lingkungan yang ideal bagi penyebaran hoaks dan disinformasi.
Beberapa faktor yang menyebabkan kerentanan masyarakat terhadap hoaks akibat rendahnya literasi digital antara lain:
- Kurangnya Keterampilan Verifikasi: Masyarakat dengan literasi digital rendah seringkali tidak tahu bagaimana cara memverifikasi kebenaran informasi online. Mereka mungkin tidak familiar dengan tools atau metode fact-checking, atau tidak memiliki kesadaran untuk melakukannya.
- Mudah Terpengaruh Judul Sensasional: Hoaks seringkali dikemas dengan judul yang bombastis dan emosional untuk menarik perhatian dan memicu reaksi cepat. Masyarakat dengan literasi digital rendah lebih mudah terjebak pada judul-judul seperti ini tanpa membaca atau menganalisis konten secara keseluruhan.
- Keterbatasan Pemahaman Algoritma Media Sosial: Algoritma media sosial seringkali memprioritaskan konten yang engaging (disukai, dikomentari, dibagikan), tanpa selalu mempertimbangkan akurasi informasi. Masyarakat yang tidak memahami cara kerja algoritma ini mungkin menganggap konten yang viral sebagai konten yang kredibel, meskipun sebenarnya hoaks.
- Kurangnya Kesadaran akan Bias Konfirmasi: Bias konfirmasi adalah kecenderungan untuk lebih mempercayai informasi yang mengkonfirmasi keyakinan yang sudah ada. Masyarakat dengan literasi digital rendah mungkin lebih mudah percaya pada hoaks yang sesuai dengan pandangan mereka, tanpa mempertimbangkan sumber atau bukti yang valid.
Dampak Negatif Banjir Hoaks
Konsekuensi dari rendahnya literasi digital dan maraknya hoaks sangatlah serius. Hoaks dapat menyebabkan:
- Disinformasi dan Kebingungan Publik: Hoaks dapat mengaburkan fakta dan menciptakan kebingungan di masyarakat, terutama terkait isu-isu penting seperti kesehatan, politik, atau keamanan.
- Polarisasi dan Perpecahan Sosial: Hoaks seringkali dirancang untuk memicu emosi negatif dan memecah belah masyarakat berdasarkan perbedaan pendapat atau identitas.
- Kerugian Materi dan Kesehatan: Hoaks terkait kesehatan dapat membahayakan nyawa jika masyarakat mengikuti saran yang salah. Hoaks investasi bodong dapat menyebabkan kerugian finansial yang besar.
- Erosi Kepercayaan pada Media dan Institusi Resmi: Penyebaran hoaks yang masif dapat menggerus kepercayaan masyarakat terhadap media massa kredibel, pemerintah, dan institusi resmi lainnya.
Meningkatkan Literasi Digital: Investasi Masa Depan
Mengatasi masalah rendahnya literasi digital membutuhkan upaya kolektif dan berkelanjutan. Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:
- Pendidikan Literasi Digital Sejak Dini: Pendidikan literasi digital perlu diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan formal sejak usia dini, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.
- Kampanye Literasi Media: Pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan media massa perlu aktif mengkampanyekan literasi media kepada masyarakat luas, dengan fokus pada keterampilan verifikasi informasi dan critical thinking.
- Pelatihan dan Workshop Literasi Digital: Penyelenggaraan pelatihan dan workshop literasi digital secara berkala untuk berbagai kelompok usia dan profesi.
- Pemanfaatan Teknologi untuk Literasi Digital: Pengembangan aplikasi atau platform online yang membantu masyarakat untuk memverifikasi informasi dan meningkatkan literasi digital mereka.
- Peran Aktif Keluarga dan Komunitas: Keluarga dan komunitas juga memiliki peran penting dalam menanamkan nilai-nilai literasi digital kepada generasi muda dan anggota masyarakat lainnya.
Rendahnya literasi digital adalah tantangan serius di era informasi saat ini. Kerentanan masyarakat terhadap hoaks adalah salah satu konsekuensi nyata dari masalah ini. Meningkatkan literasi digital masyarakat adalah investasi penting untuk masa depan yang lebih cerdas, bertanggung jawab, dan berdaya. Dengan masyarakat yang memiliki literasi digital yang baik, kita dapat membangun lingkungan informasi yang lebih sehat, mencegah penyebaran hoaks, dan memperkuat fondasi demokrasi serta kemajuan sosial.
Oleh : Dharma Leksana, S.Th., M.Si.