
MATERI KHOTBAH: PELAYANAN ATAU PELARIAN? Oleh : Dharma Leksana, S.Th., M.Si.
Oleh : Dharma Leksana, S.Th., M.Si.
Nats Utama: Lukas 9:62
“Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.”
Pendahuluan
Saudara-saudari terkasih,
Hari ini kita diingatkan oleh sebuah pertanyaan yang sangat penting dan mendasar: Apakah pelayanan kita adalah panggilan, atau pelarian?
Di zaman ini, banyak orang aktif melayani di gereja: memimpin pujian, menjadi pengurus, berkhotbah, melayani di media sosial rohani, ikut kegiatan sosial, dan sebagainya. Tapi pertanyaannya bukan seberapa banyak kita melayani, melainkan mengapa kita melayani.
Apakah kita sungguh-sungguh dipanggil oleh Tuhan? Atau kita justru memakai pelayanan sebagai tempat sembunyi dari konflik batin, luka masa lalu, rasa bersalah, atau kehampaan hidup?
Mari kita renungkan bersama-sama melalui tiga pokok utama.
1. Panggilan Pelayanan: Undangan Ilahi, Bukan Pelarian Pribadi
Panggilan pelayanan bukanlah sekadar “aktivitas keagamaan,” melainkan sebuah respons terhadap suara Allah yang memanggil:
“Siapakah yang akan Kuutus? Dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” (Yesaya 6:8)
Pelayanan adalah jawaban kasih kita kepada Allah. Yesus sendiri berkata dalam Markus 10:45 bahwa Ia datang bukan untuk dilayani, tapi untuk melayani.
Contoh kehidupan:
Seorang dokter Kristen yang merawat pasien dengan kasih dan sabar di ruang IGD penuh tekanan, bukan karena ingin dikenal sebagai “dokter rohani,” tetapi karena ia sadar itu adalah ladang panggilannya. Di situ dia memuliakan Tuhan.
2. Ketika Pelayanan Menjadi Pelarian
Pelarian bisa muncul secara halus. Orang yang terluka karena hubungan keluarga, justru aktif “bersembunyi” di balik kesibukan pelayanan. Atau seseorang yang merasa bersalah karena hidup di masa lalu yang berdosa, mencoba “menebus” dirinya dengan melayani sebanyak mungkin. Itu bukan pelayanan sejati. Itu pelarian.
Perumpamaan:
Bayangkan seseorang yang gagal dalam bisnis dan merasa hidupnya hancur. Ia mulai aktif di gereja, bukan karena ingin melayani Tuhan, tetapi karena di luar sana ia merasa gagal. Ia tidak pernah menyelesaikan rasa malu dan kecewanya, tapi ia “menutupi” lukanya dengan tampilan rohani.
Kutipan Teolog:
Henri Nouwen berkata:
“Pelayanan sejati bukanlah pelarian dari luka, melainkan ruang untuk membawa luka kita ke hadapan Allah dan sesama, dan membiarkannya disembuhkan dalam kasih.”
3. Fokus Pelayanan: Membajak Tanpa Menoleh ke Belakang (Lukas 9:62)
Yesus memberikan perumpamaan yang sangat sederhana namun dalam: seorang yang membajak harus fokus ke depan agar bajakan lurus. Kalau ia terus menoleh ke belakang — maka hasilnya bengkok, tidak berguna. Demikian pula orang yang dipanggil Tuhan untuk melayani tidak bisa terus-terusan hidup dalam masa lalu.
Contoh sehari-hari:
Bayangkan kamu belajar mengemudi, tapi setiap 5 detik kamu lihat ke spion atau ke belakang. Kamu pasti menabrak. Fokus ke masa lalu akan mengacaukan arah hidupmu hari ini.
Kutipan Teolog:
Dietrich Bonhoeffer menulis dalam The Cost of Discipleship:
“Ketika Kristus memanggil seseorang, Ia memanggilnya untuk datang dan mati—mati dari masa lalu, dari ego, dan dari dunia.”
4. Tanda Pelayanan Sejati: Dari Kasih, Bukan Dari Luka
Pelayanan sejati selalu lahir dari kasih kepada Tuhan dan sesama, bukan dari rasa bersalah, bukan dari keinginan untuk terlihat rohani, dan bukan dari pencitraan.
“Kasih Kristus yang menguasai kami…” (2 Korintus 5:14)
Yesus tidak pernah melayani untuk “memperbaiki citra,” melainkan untuk menunjukkan kasih Bapa.
Perumpamaan Alkitabiah:
Ketika Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya (Yohanes 13), Ia tahu siapa yang akan mengkhianati-Nya. Namun Ia tetap melayani. Kasih, bukan kepentingan pribadi, yang mendorong pelayanan-Nya.
5. Ujian Hati: Panggilan atau Pelarian?
Saudara, mari kita jujur hari ini. Apakah pelayanan kita lahir dari relasi pribadi dengan Kristus? Atau kita sedang lari dari sesuatu? Apakah pelayanan menjadi topeng agar tidak ditanya soal kehidupan pribadi yang kosong?
Tuhan tidak butuh topeng kita, tapi hati kita.
Pelayanan bukan tentang banyaknya aktivitas, tapi tentang kedalaman relasi kita dengan Tuhan.
Penutup: Komitmen Melayani dengan Hati yang Murni
Saudara-saudari, pelayanan adalah kehormatan, bukan pelarian. Panggilan, bukan pelampiasan. Tuhan tidak mencari pelayan yang sempurna, tetapi yang siap dan setia.
“Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak…”
Mari jangan menoleh ke belakang lagi. Jangan bawa luka lama ke dalam ladang pelayanan. Biarkan Kristus sembuhkan. Lalu bangkit, dan layani Dia dengan kasih dan kemurnian.
Aplikasi Praktis:
- Mintalah Tuhan menyelidiki motivasi hatimu dalam melayani.
- Bereskan luka atau konflik pribadi yang belum selesai.
- Ambil waktu berdiam diri di hadapan Tuhan sebelum sibuk melayani.
- Fokus ke depan—melayani dengan visi, bukan nostalgia masa lalu.
Doa Penutup
Tuhan Yesus, periksa hati kami. Bila pelayanan kami bukan dari panggilan-Mu, tolong arahkan kembali. Bila kami sedang melarikan diri, bawa kami kembali kepada salib-Mu. Pakailah hidup kami sebagai alat kasih dan kebenaran. Ajarlah kami membajak ladang-Mu tanpa menoleh ke belakang. Dalam nama Yesus, kami berdoa. Amin.